Hari Pramuka ke-64 Tahun 2025: Kolaborasi untuk Membangun Ketahanan Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045

 

gambar ucapan selamat

Dikutip dari
Jawa Pos Opini Radar Jember (15.08/2025) Hal 18
Kak Dr. Muchamad Taufiq, S.H., M.H.,
Selaku Andalan Nasional Gerakan Pramuka Bidang Organisasi dan Hukum,
sekaligus Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Hukum Kwarcab Lumajang.



Tahun 2025 menjadi momen istimewa bagi Gerakan Pramuka. Memasuki usia ke-64, peringatan Hari Pramuka tahun ini mengusung tema "Kolaborasi untuk Membangun Ketahanan Bangsa". Tema ini mengandung pesan mendalam: bahwa tantangan zaman yang semakin kompleks hanya dapat dihadapi jika seluruh elemen bangsa bersatu, bergandengan tangan, dan saling menguatkan.


Tonggak Sejarah Gerakan Pramuka

Gerakan Pramuka lahir dari kebutuhan untuk menyatukan berbagai organisasi kepanduan yang ada di Indonesia pada masa awal kemerdekaan. Tonggak itu terwujud dengan terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 238 Tahun 1961 pada 20 Mei 1961.

Keppres ini tidak sekadar menggabungkan organisasi, tetapi juga menegaskan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan di tanah air. Dengan demikian, pendidikan kepanduan di Indonesia menjadi lebih terarah dan sejalan dengan tujuan pembangunan nasional.

Empat puluh sembilan tahun kemudian, status hukum Gerakan Pramuka diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka (UUGP). Undang-undang ini mengatur secara rinci keorganisasian, tujuan, prinsip dasar, dan metode kepramukaan. Bahkan, dalam Pasal 47 ditegaskan bahwa organisasi kepanduan lain yang menyelenggarakan pendidikan kepramukaan wajib menyesuaikan diri dan melebur dalam satu wadah tunggal sesuai semangat Keppres 238/1961.

Sayangnya, dalam praktiknya, masih terdapat regulasi turunan yang menimbulkan multitafsir. Contohnya, Surat Edaran Bersama 3 Menteri Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pembiasaan di Satuan Pendidikan, yang masih menggunakan istilah “Pramuka dan kepanduan lainnya”. Padahal, secara historis dan yuridis, istilah “kepanduan” sudah tidak lagi berlaku sejak 20 Mei 1961, bahkan final penyesuaiannya pada 24 November 2012 sesuai amanat UUGP.


Pendidikan Karakter yang Lengkap dan Terukur

Gerakan Pramuka bukan hanya kegiatan baris-berbaris, mendirikan tenda, atau bermain di alam terbuka. Lebih dari itu, Gerakan Pramuka adalah sistem pendidikan nonformal yang memiliki kurikulum lengkap, terukur, dan relevan dengan perkembangan zaman.

Melalui metode learning by doing atau belajar sambil melakukan, Pramuka membentuk anggotanya menjadi problem solver yang kreatif dan mandiri. Prinsip Sistem Among yang diwariskan oleh Ki Hajar Dewantara menjadi roh pendidikan Pramuka: memberikan kebebasan berekspresi kepada peserta didik, sambil tetap mengutamakan pembentukan karakter dan penghayatan nilai-nilai luhur.

Anggota Pramuka dibentuk menjadi generasi K3 (Karakter, Keterampilan, Kebangsaan) melalui pencapaian Syarat Kecakapan Umum (SKU) dan Syarat Kecakapan Khusus (SKK). Semua kegiatan—mulai dari tali-temali, navigasi darat, pionering, hingga keterampilan sosial—tidak semata-mata tujuan akhir, melainkan alat pendidikan untuk mengakulturasikan nilai dan budaya luhur pada diri peserta didik.

Bagi orang dewasa, Gerakan Pramuka adalah ladang pengabdian tanpa henti. Mereka menjadi pembina, pelatih, dan pengelola yang rela berkorban waktu, tenaga, dan pikiran demi menyiapkan generasi muda yang tangguh, mandiri, dan berjiwa nasionalis.


Tantangan Global yang Harus Dihadapi

Ketua Kwartir Nasional, Kak Budi Waseso, mengingatkan bahwa generasi muda Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan serius. Mulai dari arus digitalisasi global, disrupsi teknologi informasi, hingga ancaman sosial seperti judi online, bullying, penyalahgunaan narkoba, tawuran pelajar, pornografi, dan masuknya budaya asing yang dapat mengikis semangat gotong royong dan nasionalisme.

“Inilah ruang yang akan diisi Gerakan Pramuka,” tegas Kak Budi Waseso. “Kita harus menjadi benteng karakter bangsa, sekaligus wadah kolaborasi lintas sektor untuk menyiapkan generasi emas Indonesia 2045.”


Tiga Pesan Penting dari Peringatan Hari Pramuka ke-64

Dari peringatan Hari Pramuka ke-64 tahun 2025, ada tiga pesan penting yang patut dicatat:

  1. Revisi UUGP untuk memperkuat marwah Keppres 238/1961.
    UUGP yang memiliki kedudukan hukum lebih tinggi dari Keppres seharusnya tidak mereduksi fungsi tunggal Gerakan Pramuka. Revisi dibutuhkan agar tidak ada lagi multitafsir terkait keberadaan “kepanduan lainnya”.

  2. Pengembangan nilai dan metode kepramukaan yang relevan dengan zaman.
    Gerakan Pramuka harus terus beradaptasi dengan tantangan global, tanpa meninggalkan prinsip dasar yang telah teruji. Hal ini penting untuk menjaga relevansinya bagi generasi muda usia 7–25 tahun, serta menjadi ruang pengabdian orang dewasa yang berorientasi kebangsaan.

  3. Memperkuat kolaborasi lintas sektor.
    Sebagai organisasi yang bersifat non-politis, Gerakan Pramuka dapat menjadi rumah bersama bagi semua anak bangsa. Hasduk merah putih yang dikalungkan di leher menjadi simbol persatuan yang mempersatukan perbedaan.


Menatap Masa Depan dengan Semangat Hasduk Merah Putih

Gerakan Pramuka telah membuktikan dirinya sebagai sekolah kehidupan yang membentuk karakter, menanamkan keterampilan, dan menumbuhkan rasa cinta tanah air. Di tengah derasnya arus perubahan, Pramuka tetap menjadi jangkar moral dan benteng karakter bangsa.

Mari kita jadikan peringatan Hari Pramuka ke-64 ini sebagai momentum untuk memperkuat kolaborasi, mengokohkan persatuan, dan memantapkan langkah menuju Indonesia Emas 2045.

Jayalah Pramuka! Satu untuk semua, semua untuk Indonesia.


Ditulis Ulang :
Abdul Holiq | Waka Humas Abdimas
Sako Pramuka Pandu Ma'arif NU Lumajang

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama